Dec 7, 2012

A Love at First Sight - Jennifer E. Smith


 


Hadley Sullivan seperti mengalami mimpi buruk saat dia ketinggalan pesawat ke London. Tapi Oliver, cowok Inggris yang keren, mengubah kesialan Hadley menjadi sebuah kisah romantis. Mereka bertemu di bandara, secara kebetulan duduk bersebelahan dalam penerbangan susulan Hadley. Dimulailah bincang-bincang yang langsung mendekatkan keduanya: tentang Dickens, kue pretzel, awan kumulus, hingga pernikahan.
Setibanya di London, keduanya terpisah satu sama lain. Namun, Hadley telah merindukan Oliver dan bertekad untuk mencari cowok itu. Permasalahannya, London bukanlah kota kecil, terlebih bertualang dengan kereta bawah tanah dan menyusuri gang-gang tua tak dikenal bukanlah keahlian Hadley. Berhasilkah Hadley menemukan cinta pertamanya?


Saya suka novel ini, karena settingnya bagus dan dengan waktunya yang hanya dua puluh empat jam, tapi novel ini berasa punya isi.

Sebenarnya warna cover novel ini kurang pas karena warna Pink selalu identik dengan yang berbau-bau romantisme picisan, padahal buku ini lebih banyak bercerita tentang hubungan ayah dan anak.

Jadi ayah sang tokoh utama, Hadley, bercerai dengan ibunya. Perceraian ini ternyata dikarenakan ayahnya jatuh cinta pada wanita lain.

Kejadiannya sewaktu ayahnya yang merupakan professor pergi ke Inggris untuk jadi dosen tamu gitu di Oxford, nah yang awalnya ayahnya hanya 'berkunjung' ke Inggris berubah menjadi ayahnya 'pindah' ke Inggris.

Kependahan ke Inggris juga dibarengi dengan perceraian, bagi Hadley perpisahaan itu terasa lebih menyakitkan karena dia mendapati ayahnya telah memiliki kekasih baru tidak lama setelah perceraian itu.

Hati saya sempat terasa nyesek juga saat membaca Hadley yang tanpa sengaja mendengar ayahnya yang menghubungi Charlotte dan mereka saling mengucapakan kata cinta. Kalau aku jadi Hadley, aku pasti sudah merampas ponsel itu dan memaki-maki Charlotte. *devil inside*

Jadi saat ayahnya dan Charlotte akan menikah, Hadley 'dipaksa' untuk datang. Dan karena rasa kesal dan ketidaktulusannya untuk menghadiri pernikahan itu, maka tanpa di duga, Hadley ketinggalan pesawat. Padahal dia hanya terlambat empat menit.

Sejujurnya saya memang percaya dengan nasib atau takdir, mungkin takdir empat menit inilah yang mempertemukan Hadley dengan Oliver. Pria Inggris yang sedang kuliah di Amerika. Oya, lupa bilang kalau Hadley itu tinggal di Amerika.

Pertemuan mereka terbilang cukup unik, mungkin karena kesopanan ala Inggris Oliver cukup kental. Dan dari pertemuan itu, mereka mulai saling bertukar cerita sambil menunggu pesawat berangkat, di pesawat, hingga akhirnya mereka harus berpisah. Ada pernikahan yang harus dihadiri Hadley.

Pernikahan yang membuatnya ingin menangis dan marah. Sayangnya selama di pernikahan itu, dia selalu memikirkan Oliver dan memutuskan untuk mencarinya. Sayangnya di Jakarta yang lebih kecil dari London aja, nyari orang susah, apalagi nyari orang di London? Plus dia gak punya alamat atau nama keluarga Oliver. Lengkap.

Endingnya manis dan cukup mengejutkan sebenarnya, tapi kalau tidak berakhir seperti itu mungkin novel ini akan lebih panjang..

Bagus banget ceritanya, tidak seperti kisah cinta yang leyeh-leyeh. Seperti yang saya bilang, ada isinya. Pokoke bukunya ini recomended sangat lah. hahaha.

2 comments:

  1. ihihi aku juga suka sama cerita ini. Nyesek sih kalo mikirin perasaan Hadley, tapi juga bikin sadar kalau hidup itu ya gitu lah, pasti semua orang punya masalah. Hihi.

    ReplyDelete
  2. Yupp betooll...

    life is never flat lah.. hahha

    ReplyDelete